Diagnosa ADHD pada Usia Dewasa Meningkatkan Risiko Demensia di Usia Tua

Human Interest
22.10.23

Diagnosa ADHD pada Usia Dewasa Meningkatkan Risiko Demensia di Usia Tua

Meski belum ada penelitian yang menyebutkan hubungan sebab akibat langsung antara ADHD dan demensia, namun perhatian terhadap ADHD perlu ditingkatkan dan penelitian lebih lanjut patut diupayakan karena adanya faktor risiko.

by Whiteboard Journal

 

Teks: Agnina Rahmadinia
Foto: Robina Weermeijer/Unsplash

Attention-deficit/Hyperactive Disorder (ADHD) adalah gangguan perkembangan saraf yang berpengaruh pada sikap seseorang. ADHD yang menyebabkan seseorang sulit fokus, hiperaktif, dan bersikap impulsif pada umumnya dapat dikenali sejak dini pada anak-anak dan berlangsung hingga dewasa. Namun, gejala ini juga bisa terjadi di usia dewasa. Menurut Abrham Reichenberg, seorang profesor psikiatri di New York, setidaknya lebih dari 3% orang dewasa di Amerika Serikat mengidap ADHD sementara sebagian besar tidak terdiagnosis.

Gangguan ADHD yang terjadi pada orang dewasa, dapat meningkatkan risiko terkena demensia hampir 3x lebih besar. Meskipun belum ada penelitian yang membuktikan hubungan kausalitas diantara kedua gejala ini, para peneliti menekankan urgensi untuk mengeksplorasi kemungkinan lebih lanjut dan memeriksa apakah obat ADHD dapat mengurangi potensi risiko demensia. Bagaimanapun, Henry Shelford selaku kepala eksekutif badan amal ADHD UK menyatakan bahwa kelompok ADHD di Inggris saat ini sedang berjuang untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan untuk penelitian yang lebih mendalam.

Kekhawatiran ini diawali dari hasil penelitian Stephen Levine, Anat Rotstein, dan Arad Kodesh terhadap catatan medis milik lebih dari 100.000 orang yang didiagnosis menderita ADHD saat dewasa mengarah pada risiko menderita demensia di kemudian hari. Peneliti menyebutkan bahwa ADHD pada orang dewasa dapat mengurangi kemampuan otak untuk mengkompensasi efek dari bertambahnya usia seperti degenerasi saraf atau aliran darah di otak. Dengan memperhitungkan berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, kebiasaan merokok, serta berbagai kondisi kesehatan lainnya, temuan penelitian ini menyimpulkan bahwa gangguan ADHD yang muncul di usia dewasa memiliki resiko 2,77 kali lebih besar untuk didiagnosis menderita demensia.

Meski begitu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pengobatan terhadap ADHD dapat memengaruhi gambaran tersebut. Artinya, tidak ditemukan hubungan yang jelas antara ADHD dan risiko demensia pada pasien yang mengonsumsi obat psikostimulan yang digunakan untuk mengatasi ADHD. Selain itu, penelitian ini juga belum dapat menjelaskan apakah faktor ini juga berlaku pada pengidap ADHD pada masa kanak-kanak sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut. Tanggapan dari Prof Chris Hollis merujuk pada adanya kemungkinan sejumlah faktor yang mengaburkan hasil penelitian seperti kemungkinan bahwa pasien yang didiagnosa ADHD juga memeriksakan kondisi kognitif/neuropsikiatri lainnya juga termasuk demensia. Hal ini memperkuat kebutuhan penelitian lanjutan atas faktor resiko demensia dan faktor lain yang lebih tinggi seperti alzheimer pada pasien ADHD baik dewasa maupun kanak-kanak.

Hampir semua orang memiliki beberapa gejala yang mirip dengan ADHD dalam hidupnya. Jika ciri yang menyerupai ADHD hanya terjadi sesekali di masa lalu atau baru saja terjadi bukan berarti seseorang menderita ADHD. Diagnosis ini hanya ditegakkan ketika gejalanya dinilai cukup parah sehingga menyebabkan masalah berkelanjutan dalam banyak momen kehidupan. Gejala-gejala yang terus menerus dan mengganggu ini kemudian dapat ditelurusi kembali ke masa kanak-kanak. Diagnosis ADHD pada orang dewasa cukup sulit untuk dikenali karena gejala ADHD tertentu mirip dengan kondisi lain seperti gangguan kecemasan. Banyak orang dewasa dengan ADHD juga memiliki setidaknya satu kondisi kesehatan mental lainnya seperti depresi dan kecemasan.

Pengobatan ADHD pada orang dewasa dapat dilakukan dengan obat-obatan, konseling psikologis (psikoterapi), dan pengobatan untuk kondisi kesehatan mental yang terjadi bersamaan dengan ADHD. ADHD pada usia dewasa dapat dipengaruhi oleh genetik, lingkungan, dan masalah selama masa perkembangan. Meski begitu, perlu diingat bahwa semua posibilitas ini masih dalam taraf penelitian lebih lanjut.whiteboardjournal, logo