Penelitian Mengatakan Bumi Kehilangan Kilaunya, dan Perubahan Iklim Bisa Jadi Penyebabnya

Human Interest
06.10.21

Penelitian Mengatakan Bumi Kehilangan Kilaunya, dan Perubahan Iklim Bisa Jadi Penyebabnya

Kecerahan Bumi telah meredup sekitar setengah persen sejak tahun 90-an.

by Whiteboard Journal

 

Teks: Nada Salsabila
Foto: NASA

Kabar kurang baik tentang Bumi datang dari penelitian yang sudah dilakukan selama dua dekade terakhir. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa Bumi kehilangan kilaunya. Kemungkinan terbesar penyebab dari hal tersebut karena perubahan iklim yang dapat memperburuk efek pemanasan global di masa depan. Pertama kali diterbitkan dalam jurnal Geophysical Research Letters, studi tersebut melakukan pelacakan cahaya planet antara tahun 1998 dan 2017 dengan menggabungkan data sekitar 1.500 malam yang dikumpulkan di Big Bear Solar Observatory California Selatan.

Penelitian ini juga dicapai dengan mengamati fenomena bernama “earthshine”, yaitu cahaya yang dipantulkan Bumi pada sisi gelap bulan yang memberikan cahaya pucat di langit malam yang lebih gelap. Pengukuran “earthshine” ini juga digabungkan dengan data tentang kecerahan matahari serta analisis satelit dari reflektivitas Bumi (albedo) dari proyek Clouds NASA dan Earth’s Radiant Energy System (CERES). Dari penemuan tersebut, disimpulkan bahwa kecerahan Bumi telah meredup sekitar setengah persen sejak tahun 90-an. Sebagian besar penurunan terjadi dalam tiga tahun terakhir menjelang 2017 (di mana analisis berakhir), dan diikuti oleh penurunan yang lebih tajam selama 2018 dan 2019.

Walaupun 0,5 persen mungkin tidak terdengar banyak, menurut Philip Goode, astronom New Jersey Institute of Technology dan penulis utama studi tersebut mengatakan bahwa penurunan albedo tersebut sangat mengejutkan mereka ketika sedang menganalisis data tiga tahun terakhir setelah 17 tahun albedo yang hampir datar. Lalu tim peneliti tersebut menyimpulkan bahwa perubahan kecerahan matahari tidak memiliki korelasi dengan peredupan bumi, yang berarti bahwa sesuatu dalam Bumi yang pasti telah berubah. Hal tersebut bisa jadi pengurangan awan dataran rendah di Pasifik Timur, di mana suhu permukaan laut meningkat tajam. Perubahan tersebut juga memiliki kemungkinan koneksi dengan krisis iklim.

Edward Schwieterman, ilmuwan planet di University of California di Riverside mengatakan bahwa hal ini cukup mengkhawatirkan dan menunjukkan hal sebaliknya dengan penelitian terdahulu. Para ilmuwan sebelumnya memperkirakan bahwa planet yang lebih hangat dapat menyebabkan lebih banyak awan, yang berarti lebih banyak panas matahari akan dipantulkan dan lebih sedikit terperangkap oleh gas rumah kaca. Pada dasarnya, kesimpulan gelap secara harfiah adalah bahwa peredupan Bumi sebenarnya dapat membuat efek pemanasan global terjadi lebih cepat, yang juga akan berdampak bagi masa depan iklim Bumi.whiteboardjournal, logo