Penurunan Keberhasilan Aplikasi Kencan Online Membuat Profesi “Mak Comblang” Kian Tumbuh di Masyarakat

Human Interest
18.01.21

Penurunan Keberhasilan Aplikasi Kencan Online Membuat Profesi “Mak Comblang” Kian Tumbuh di Masyarakat

Profesi yang dapat mengukur nilai-nilai yang tidak mampu diungkapkan oleh aplikasi kencan online.

by Whiteboard Journal

 

Teks: Ratu Intan Mutia
Foto: Hypebae

Ketika pertama kali Tinder diluncurkan pada tahun 2012, aktivitas pencarian jodoh dengan cara “swiping” merupakan sebuah hal yang baru dan menyenangkan. Tidak sepenuhnya membawa keberuntungan, sejumlah lajang terhenti mencari pasangan sejatinya akibat masalah yang terus muncul seperti menggantungnya dan penipuan lainnya. Dengan angka COVID-19 yang terus memuncak di hampir seluruh dunia, kencan online yang akhirnya mengarahkan untuk bertemu di sebuah kafe atau tempat umum lainnya nampak menjadi sangat mustahil. Dari sinilah akhirnya profesi “mak comblang” kembali muncul untuk membantu para lajang mewujudkan impiannya. 

Para “mak comblang” telah lama menjadi pilar komunitas di negara-negara yang membentang dari Timur hingga Barat. Kini, “mak comblang” menjadi sebuah profesi yang kian tumbuh di antara masyarakat. Salah satu orang yang menjalani profesi tersebut adalah Amy Van Doran. Ia mendirikan Modern Love Club yang melayani pria lajang dan ingin menikah untuk dicarikan pasangan yang paling tepat. Selain itu, ada pula sang pemilik Friend of a Friend Matchmaking bernama Claire Ah yang mencoba untuk memasangkan orang berdasarkan daftar periksa fitur fisik dan atribut bersama.

Menurut Hypebae, kekuatan pada “mak comblang” sebenarnya terletak pada proses perjodohan yang dilakukan secara teliti. Mereka menyaring calon klien melalui formulir “penerimaan” awal dan panggilan telepon serta mencari ciri-ciri utama seperti keterbukaan pikiran, kesadaran diri, dan keterbukaan terhadap feedback. Setelah setuju untuk mengajak seseorang dan mengenalnya lebih dalam, para pencari jodoh secara unik dapat mengukur nilai-nilai klien. Dari sana, mereka menyarankan pasangan yang cocok. Nilai yang mencakup keyakinan inti dari kesetiaan, ketergantungan, hingga kepercayaan merupakan keunggulan lainnya yang bisa diukur dari profesi ini dan bukan sesuatu yang dapat diungkapkan oleh aplikasi kencan online. Pendekatan ini juga telah disesuaikan dengan apa yang mendorong kesuksesan pencari jodoh, terutama di tengah pandemi. “Saat ini orang-orang dipaksa untuk berkencan dengan lebih sengaja. Karena alasan itu, saya pikir orang mengandalkan bantuan ahli daripada aplikasi kencan, yang seringkali hanya tentang kuantitas dan bukan kualitas,” kata Vernon kepada Hypebae.

Meskipun begitu, pastinya layanan perjodohan ini juga memiliki biaya yang selalu saja menjadi penghalang untuk masuk. Agar tetap dapat diakses oleh lebih banyak lajang, Ah menawarkan biaya sliding scale serta layanan gratis bagi mereka yang tidak mampu membayar. Untuk tarif tetap tahunan sebesar 393 USD yang setara dengan 5,5 juta IDR, ia memberi klien satu hingga lima calon selama 12 bulan. Vernon juga menjaga harga tetap terjangkau untuk menarik lebih banyak orang. “Anda tidak perlu membayar apa pun untuk diterima, tetapi jika saya menemukan yang cocok untuk Anda, Anda membayar perkenalannya,” tuturnya pada Hypebae

Aplikasi kencan online di masa pandemi mungkin bisa menjadi pilihan untuk tetap terkoneksi dengan orang lain. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa kita bisa lelah dengan komunikasi digital dan merindukan hari-hari dimana dapat bersosialisasi secara langsung. Dengan adanya profesi “mak comblang” yang mulai bermunculan, akankah kalian meninggalkan kencan online dan beralih membayar jasa mereka untuk menemukan pasangan?whiteboardjournal, logo