Voltaic Realism

Art
28.11.17

Voltaic Realism

Fujita Keisuke menciptakan instalasi yang mengubah suicide tweet menjadi serpihan karbon seberat 0.0056 gram.

by Febrina Anindita

 

Teks: Ibrahim Soetomo
Foto: Dezeen

Apakah pesan digital, layaknya tweet di Twitter, dapat menyampaikan emosi? Inilah pertanyaan bagi seorang perupa lulusan Design Academy Eindhoven, Fujita Keisuke. Pada gelaran Dutch Design Week 2017, ia menciptakan instalasi yang mengubah suicide tweet menjadi serpihan karbon seberat 0.0056 gram. Setiap suicide tweet yang tercatat secara real-time, sebuah jarum di instalasi itu akan menggores bongkahan karbon hingga perlahan hancur.

Karya yang diberi judul “Voltaic Realism” merupakan representasi visual dari emosi yang diekspresikan pengguna Twitter ketika menuliskan pikirannya tentang bunuh diri. Fujita Keisuke memulai proyek ini dengan meriset dampak emosional dalam berbagai jenis percakapan, mulai dari dialog tatap muka, tulis menulis surat, hingga percakapan di media sosial. Dari situ ia tidak menemukan adanya hubungan antara ungkapan yang ditulis di media sosial dengan dampak emosional nyata bagi pembacanya. Sehingga, seburuk apapun suicide tweet dilontarkan, ungkapan itu hanyalah pesan singkat yang hampir tanpa beban. Padahal, bunuh diri merupakan permasalahan yang serius.

Untuk mencatat setiap suicide tweet, Fujita Keisuke menggunakan algoritma yang diprogram untuk menangkap kata-kata kuncinya, seperti “I wanna die.” Lalu, tweet ini akan ditampilkan di papan running text dan memberi sinyal bagi jarum untuk menggores bongkahan karbonnya. Algoritmanya pun dirancang untuk menyeleksi tweet dari berbagai bahasa, karena bagi sang perupa, keinginan bunuh diri adalah hal yang universal dan tidak dibatasi oleh budaya dan ras penulisnya.whiteboardjournal, logo