Ketajaman Perspektif Perempuan di Film “Before, Now, & Then” Karya Kamila Andini Mendapatkan Banyak Pujian

Film
14.03.22

Ketajaman Perspektif Perempuan di Film “Before, Now, & Then” Karya Kamila Andini Mendapatkan Banyak Pujian

Kamila Andini memberikan banyak prestasi untuk wajah perfilman Indonesia, tahun 2022 karya filmnya yang baru berjudul “Before, Now, & Then” ditampilkan di Berlinale Film Festival 2022, dan mendapatkan banyak respon positif.

by Whiteboard Journal

 

Teks: Yusril Mukav
Photo: via kaltengtoday.com

Kamila Andini mendapatkan kesempatan untuk menayangkan filmnya dalam Berlinale Film Festival 2022. Setelah mendapatkan banyak penghargaan dalam filmnya yang bertajuk “Yuni” pada tahun 2021. Tahun ini Kamila Andini mengeluarkan karya yang berjudul “Before, Now, & Then” yang bercerita tentang bagaimana dari sisi seorang perempuan bertahan dalam peliknya kehidupan.

Kamila mencoba untuk membukakan perspektif mengenai bagaimana perempuan harus berani dan kuat terhadap hidup, menciptakan Nana sebagai seseorang yang mempunyai permasalahan yang kompleks, namun ia tetap tangguh. 

“Before, Now, & Then” mendapatkan review bagus dari semua kalangan, ia menunjukkan Nana yang diperankan oleh Happy Salma menjadi satu wajah dari seorang perempuan yang ingin bebas seutuhnya, tanpa rasa bersalah akan sesuatu yang bukan menjadi kesalahannya. Disamping itu, Kamila tak ingin membiarkan alur ceritanya menjadi sebuah risalah, namun ia membiarkan penonton dapat mengukur sejauh apa film ini mengulas sisi lain seorang perempuan.

Kemampuan Kamila dalam menceritakan kembali bentuk realita yang cukup menggugah para penonton menjadi hal yang sangat pribadi. Mengadaptasi dari novel Ahda Imran berjudul “Jais Darga Namaku”, ia dapat menghadirkan kemurkaan dan amarah dari seorang Nana, dan perannya dalam tatanan sistem sosial yang belum stabil.

Padatnya cerita dalam film “Before, Now, & Then” memunculkan banyak review dari penggabungan atas cerita sejarah dan latar belakang realita sosial, yang tak hanya dapat mencubit satu dua orang saja, melainkan dapat menghantarkan seorang penonton bahwa ada banyak realita dibalik suatu hal yang terjadi. 

Salah satu reviewer dari Deadline.com mengatakan: 

What is clever here is that Andini doesn’t let the story become a tract; she neither preaches nor overreaches the bounds of Nana’s possibilities. Here is a woman who has survived extraordinary hardship by finding a man to support her. In return, she has supported him with dignity, enduring his humiliating infidelities and the carping of local ladies who see his misdemeanors and dismiss her as an insufficiently surrendered wife, no matter how many flowers she arranges or perfect dinners she cooks. Those things hardly matter.”whiteboardjournal, logo