Relevansi dari Resolusi: Masih Adakah Saat Ini?

Human Interest
04.01.22

Relevansi dari Resolusi: Masih Adakah Saat Ini?

Tahun baru selalu identik dengan resolusi baru. Namun, sudah bukan hal yang mengejutkan jika banyak individu yang gagal mencapai resolusinya. 

by Whiteboard Journal

 

Teks: Hafiza Dina
Foto: Tim Mossholder/Unsplash

“New year, new me!”

Kalimat itu tentu tidak asing lagi bagi kita, insan-insan penuh semangat membara untuk memulai kembali halaman baru pada tahun yang baru. Tahun baru seakan belum lengkap tanpa resolusi-resolusi yang ingin dicapai sepanjang setahun ke depan. Padahal, jika berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, resolusi yang dibuat tidak pernah berhasil tercapai. Mengapa bisa, ya? Berikut beberapa alasan di balik kegagalan resolusi tahun baru yang diungkapkan oleh Dr. Haley Perlus, seorang Psikolog.

Bermimpi memang boleh setinggi langit, tapi jangan lupa untuk realistis!
Kesalahan ini banyak dilakukan oleh individu dalam membuat sebuah resolusi: tujuan atau perubahan yang ingin diwujudkan terlalu besar. Padahal, resolusi terbaik justru diawali dengan langkah-langkah yang masih dekat dengan keseharian. Apalagi, tujuan yang terlalu besar ini justru dapat menjauhkan individu dari langkah-langkah konkret yang bisa berguna dan memberikan perubahan dalam hidup individu. Mimpi besar tentu penting. Oleh sebab itu, Perlus menyarankan untuk tetap membuat resolusi yang besar. Namun, guna mencapai resolusi yang besar itu, Perlus menekankan bahwa individu harus membuat langkah yang lebih spesifik, dapat diukur, dan achievable.

FOMO!
Banyaknya orang yang membuat resolusi, menunjukkan antusiasmenya dalam menyambut tahun baru, tentu sedikit banyak membuat individu lain untuk terdorong melakukan hal yang serupa. Eits, jangan dianggap terlalu positif dulu! Resolusi yang dibuat sekadar untuk ikut-ikut saja merupakan salah satu alasan utama di balik mudah memudarnya semangat individu dalam mewujudkan resolusi tersebut. Individu cenderung jarang melakukan langkah nyata untuk bergerak menuju tujuan yang sudah ditetapkan. Dalam kata lain, FOMO dalam membuat resolusi justru akan melahirkan tindakan yang tidak berkomitmen. Dibanding sekadar ikut-ikutan, individu dapat membuat resolusi dengan berkaca pada hal-hal yang sangat diinginkan oleh dirinya.

Kambing hitam kegagalan
Siapa, sih, yang tidak pernah gagal di dunia ini? Saking lekatnya kegagalan dengan kehidupan manusia, tidak jarang para motivator menggunakan kegagalan sebagai dorongan agar individu tidak pernah menyerah. Sayangnya, berkebalikan dengan para motivator itu, individu yang gagal mencapai resolusinya kerap kali mengkambinghitamkan kegagalan. Mereka memandang kegagalan sebagai suatu hal yang wajar. Saking wajarnya, mereka jadi tidak termotivasi untuk benar-benar mewujudkan resolusi yang sudah mereka buat. Memang, tidak ada individu yang gagal jika resolusi tahun barunya tidak tercapai. Namun, membuat resolusi dengan anggapan resolusi-tahun-baru-wajar-akan-gagal tidak akan membantu apa pun juga.

Lantas, apa yang perlu dilakukan untuk dapat mewujudkan resolusi tahun baru yang sudah dibuat?

Menurut Perlus, yang paling penting adalah melawan alasan-alasan yang muncul dan menghalangi kita dalam mengambil langkah untuk mewujudkan resolusi yang sudah dibuat. Perlus juga menyarankan individu untuk melihat pencapaian yang sudah berhasil dilalui pada masa lalu, seberat apa pun rintangannya. Menghargai setiap upaya kecil yang sudah dilakukan diri sendiri juga penting, menurut Perlus, untuk memotivasi individu dalam melanjutkan langkahnya pada keesokan hari.whiteboardjournal, logo