Transaksi Cashless Melalui E-Wallet Membuat Orang Tua Cemas Akan Sikap Anak yang Menyepelekan Uang

Media
22.01.22

Transaksi Cashless Melalui E-Wallet Membuat Orang Tua Cemas Akan Sikap Anak yang Menyepelekan Uang

Bagi anak kecil, mereka mungkin belum memahami konsep bekerja dan jerih payah yang harus dialami oleh orang tua mereka untuk mendapatkan uang makan dalam seminggu, let alone mencari uang yang akan disisihkan untuk keperluan belanja atau rekreasi.

by Whiteboard Journal

 

Teks: Titania Celestine
Photo: Markus Winkler via Unsplash 

Di tengah situasi pandemi, mungkin kemajuan teknologi berupa e-wallet dapat dianggap sebagai salah satu tiket kemudahan yang membantu dalam keseharian kita untuk memenuhi daily necessities ketika kita tidak dapat, atau memilih untuk tidak keluar dari rumah. 

Dengan banyak alternatif pilihan untuk berbagai bank, aplikasi, serta metode untuk pembayaran yang dihubungkan dengan network internet, proses jual-beli dan urusan finansial menjadi lebih simplistik. Namun, dengan setiap kemajuan teknologi, tentunya ada keduanya dampak negatif serta positif. 

Salah satu dampak negatif yang dikhawatirkan oleh banyak pihak orang tua yakni sikap dan kepercayaan anak muda akan uang. Dengan kemudahan pembayaran a button press away, banyak orang tua mempertanyakan value uang itu sendiri di mata anak muda, terutama anak kecil yang dapat mengakses aplikasi online shopping untuk membeli keperluannya sendiri, atau menggunakan online credit card milik orang tua mereka tanpa supervision. 

Bagi anak kecil, mereka mungkin belum memahami konsep bekerja dan jerih payah yang harus dialami oleh orang tua mereka untuk mendapatkan uang makan dalam seminggu, let alone mencari uang yang akan disisihkan untuk keperluan belanja atau rekreasi. 

Hal ini dikhawatirkan akan menjadikan uang sebatas angka di atas layar bagi anak-anak kecil, yang kemungkinan akan rela untuk mengosongkan tabungan mereka untuk membeli sesuatu yang mereka anggap penting, pada nyatanya tidak. 

Seperti kasus di Singapura ketika anak 18 tahun menggunakan kartu kredit digital ayahnya hingga mencetak hutang sebesar SGD$2.000 (sekitar 200 juta rupiah), kecemasan bahwa ini pertanda anak muda mulai mengecilkan value dan effort dibalik mata uang mulai memuncak. 

Dikembalikan lagi pada didikan orang tua, sangat penting bagi anak mereka untuk memahami konsep uang dan konsekuensi dibalik setiap pembelian. Dari usia muda, anak-anak harus diedukasi akan tanggung jawab dan responsible spending, untuk bisa mengantisipasi dampak jangka pendek maupun jangka panjang. 

Tentunya tidak harus menggunakan kata-kata yang kompleks untuk mengajarkan monetary value dibalik uang, namun cukup dengan menggunakan analogi maupun bimbingan kedisiplinan. 

Bagi anak muda atau anak-anak yang memiliki akun gaming mobile seperti contohnya Mobile Legends, Genshin Impact, Valorant, atau pun Roblox– ditemukannya kepentingan bagi orang tua untuk memberikan pengawasan yang ketat pada spending yang dilakukan in-game.

Ada juga keharusan bagi orang tua untuk menjelaskan bahwa hal-hal yang terdapat di dalam game itu hanya sementara, dan jumlahnya mungkin bisa digunakan untuk menabung atau sebagai uang makan di tanggal-tanggal tua. whiteboardjournal, logo