Isyarat Bahasa bersama Surya Sahetapy

19.07.17

Isyarat Bahasa bersama Surya Sahetapy

Muhammad Hilmi (H) berbincang dengan Surya Sahetapy (S).

by Muhammad Hilmi

 

H

Apa yang menggerakkan Surya untuk mulai aktif dalam melakukan advokasi terhadap hak-hak kaum disabilitas?

S

Ketika saya lahir, saya tuli. Sampai dewasa, saya banyak sekali memperjuangkan hambatan-hambatan yang ada, mulai dari hambatan miskomunikasi dalam berkomunikasi. Saat SMA saya sekolah di homeschooling, artinya saya punya banyak waktu kosong dan berkesempatan untuk masuk ke dalam organisasi tuli. Dari situ, saya belajar selama satu tahun, dan masuk lagi ke organisasi disabilitas yang bernama Young Voice. Organisasi itu memperjuangkan hak-hak disabilitas muda. Setelah masuk Young Voice, saya baru masuk Gerkatin, yaitu Gerakan Untuk Kesejahteraan Tuli Indonesia yang memperjuangkan hak-hak teman-teman tuli seperti bahasa isyarat dan juga teks bahasa Indonesia. Itu dua hal yang saya perjuangkan.

Saya melihat bahwa teman-teman banyak sekali yang mendapatkan akses informasi dan komunikasi, tapi mereka banyak sekali mengalami hambatan untuk melanjutkan hidup. Contohnya kalau netra adalah mereka tidak bisa mengakses buku, jadi harus diterjemahkan pakai PDF lalu di laptopnya bisa bersuara atau lewat Braille. Kalau daksa mungkin saat jalan-jalan ada hambatannya jadi harus ada ramp-nya, bangunan dan lain-lain harus punya ramp supaya bisa diakses. Kalau misalnya gedung bertingkat, artinya harus ada liftnya. Kalau tuli, ketika ada acara diundang/seminar/diskusi/di TV harus ada juru bicara bahasa isyaratnya supaya komunikasi bisa lebih mudah, contohnya saat ini situasi kami seperti itu. Karena kemampuan baca bibir teman-teman tuli belum tentu bagus. Saat di bioskop, banyak teman-teman tuli yang sulit menikmati film Indonesia karena tidak ada teks, ini salah satu yang kami perjuangkan. Kalau memperjuangkan sendiri tidak bisa, jadi harus bersama teman-teman dari organisasi.

H

Perjalanan dalam memperjuangkan itu sejauh apa sampai sekarang?

S

Di Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 yang baru disahkan tahun lalu, lahirnya undang-undang tersebut dimulai saat PBB membuat konferensi hak penyandang disabilitas yang disebarluaskan ke seluruh dunia tahun 2007. Lalu diratifikasi oleh Indonesia tahun 2011. Setelah ratifikasi tersebut, diperkuat melalui undang-undang yang tahun lalu baru disahkan, artinya masih baru. Prosesnya saat ini masih disosialisasikan. Contohnya ke perusahaan, bahwa perusahaan swasta harus menerima setidaknya 1% dari total jumlah pegawai, kalau pemerintahan itu 2% dari 100 orang. Jadi mulai banyak perusahaan yang mencari tenaga kerja disabilitas sekarang ini.

Yang kedua, banyak kebijakan atau pembuatan peraturan sekarang sudah mulai melibatkan disabilitas, contohnya setelah UU No. 8 Tahun 2016 disahkan, proses kelanjutannya adalah Peraturan Presiden dan peraturan mengenai Komisi Nasional Disabilitas. Ini mengatur mengenai pengawasan, apakah Indonesia sudah ramah disabilitas atau belum, seperti itu. Jadi pemerintah sudah mulai melibatkan disabilitas dan sudah mulai diundang. Kalau dulu tidak seperti itu.

H

Surya sempat magang di Pemda Jakarta, pengalamannya seperti apa?

S

Sebetulnya sebelum masuk magang saya mau belajar mengenai situasi pendidikan di Jakarta. Saya daftar untuk masuk ke bidang pendidikan, tapi saya dipindahkan ke bidang anggaran. Sebenarnya tidak nyambung, tapi tidak apa-apa, saya tetap belajar karena di bagian anggaran tersebut saya melihat bahwa program disabilitas hanya mendapat sedikit perhatian. Kalau berhubungan tentang anggaran otomatis selalu berhubungan dengan Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah).

Saya pikir sebelumnya pemerintah itu cuek, tidak peduli dengan disabilitas, tapi ketika saya masuk kantor tersebut banyak orang-orang yang masih belum paham tentang disabilitas. Artinya kita harus mengedukasi pemerintah supaya pemerintah bisa lebih paham soal kebutuhan disabilitas itu seperti apa. Saya sempat bertemu dengan Gubernur DKI saat itu, Pak Ahok. Saat berdiskusi dengan beliau, beliau masih belum memahami mengenai disabilitas, namun mulai belajar mengenainya dan ingin tahu, jadi orang-orang tersebut bisa sadar.

Mungkin orang-orang tahu tentang disabilitas, tapi mereka tidak paham, jadi mulai memahami disabilitas itu mulai digalakkan lagi. Pemerintah Jakarta sekarang mulai melibatkan dan memperhatikan disabilitas, contohnya di YouTube Jakarta Smart City, ketika ada video di YouTube selalu ada teks bahasa Indonesia. Di transportasi Transjakarta sudah mulai ramah disabilitas. Di Musrenbang (Musyawaran Perencanaan Pembangunan) sudah mulai melibatkan disabilitas juga.

H

Sejauh ini perkembangannya sudah positif?

S

Bukan masalah pemerintah, tapi sebenarnya masyarakat umumnya sudah memperhatikan disabilitas atau belum. Saya tuli, bukan tunarungu dan itu berbeda. Kalau tunarungu itu perspektifnya lebih ke medis, kalau saya tuli perspektifnya sosial. Dulu tuli itu tidak termasuk disabilitas sebenarnya karena fisik kami biasa saja, tapi karena kami mengalami diskriminasi di linguistik jadi tuli itu masuk ke dalam disabilitas karena kelompok bahasa minoritas yaitu bahasa isyarat.

Tapi kini orang-orang lebih punya keinginan untuk belajar bahasa isyarat, ada 7 kelas kira-kira yang mendaftar 250 orang, ternyata banyak banget. Satu kelas kira-kira 15-20 orang dan pertemuannya 10 kali. Artinya sudah banyak masyarakat yang sadar. Dulu masyarakat masih kurang tahu karena kurang publikasi, sekarang pemerintah mulai sosialisasi tentang disabilitas, dan ini membuat masyarakat sekarang lebih tahu.

H

Bagaimana Surya melihat perlakuan terhadap kaum disabilitas dalam skala internasional?

S

Kalau saat internasional itu aktivitas saya lebih ke advokasi tuli, contohnya ketika ke Turki saya mempresentasikan mengenai situasi di Indonesia. Di luar negeri transportasi lebih mudah dan informasi mudah didapatkan, masyarakatnya paham mengenai tuli. Contohnya ketika saya bilang saya tuli, mereka langsung mencarikan pulpen dan kertas. Mereka langsung siap berkomunikasi dengan tulisan. Tapi kalau di Indonesia orang-orang masih panik dan saling lempar ke orang lain, teriak-teriak juga. Jadi mereka masih belum paham.

Kalau di luar negeri sudah paham karena mereka sudah sadar sejak lama. Dan mereka sudah mengenal disabilitas sejak kecil. Kalau di Indonesia belum, jadi banyak yang tahu mengenai disabilitas ketika berumur remaja/dewasa. Saya berharap ke depannya program mengenai disabilitas bisa masuk ke sekolah umum juga. Saya berharap pemerintah juga mendukung mengenai penelitian dan ada program khusus tuli masuk ke perkuliahan, ada departemen/fakultas khusus tuli juga, karena di luar negeri sudah banyak.

H

Apa yang bisa dilakukan masyarakat untuk bisa lebih mengapresiasi/menyetarakan kaum disabilitas?

S

(Terkait tuli) masyarakat umum mungkin bisa mempelajari dunia tuli seperti apa, contohnya step pertama adalah dengan bahasa isyarat. Contohnya berinteraksi dengan masyarakat tuli secara langsung seperti tanya-tanya pada teman yang tuli, diskusi dengan teman-teman tuli, jadi bisa berkontribusi contohnya ketika membuat vlog jangan lupa menulis subtitle-nya sehingga teman-teman tuli bisa mengakses.

H

Dulu kami sempat berbincang dengan Dr. Juniati Effendi tentang perjuangan Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia) bagaimana penerapan Bisindo sampai sekarang?

S

Bisa dilihat sendiri, dulu Bisindo masih sedikit orang-orang yang paham. Jumlah pengguna Bisindo sedikit, sekarang mulai banyak karena Bisindo itu manfaatnya sangat besar, tidak hanya bermanfaat untuk orang tuli saja tapi orang dengar juga menerima manfaatnya. Contohnya saat menyelam kita bisa berkomunikasi dengan bahasa isyarat, ketika jauh bisa berkomunikasi juga, untuk kesehatan ada manfaatnya juga karena otaknya bisa lebih aktif dalam berekspresi dan bisa lebih awet muda. Jadi banyak sekali manfaatnya, orang lebih tertarik belajar bahasa isyarat karena itu.

H

Bisa diceritakan poin Surya saat berbicara tentang kesalahan dalam UU?

S

Itu tentang kurikulum di SLB (Sekolah Luar Biasa). Contohnya kurikulum di SLB TK sampai SMA itu setara dengan kurikulum TK sampai SD di sekolah umum. Artinya anak-anak yang sekolah di SLB buku pelajarannya materinya itu kelas 6 SD, banyak ketimpangan. Dulu juga pernah seorang pejabat mengatakan bahwa tuli itu tidak usah kuliah, fokus kerja saja, tapi kenyataannya banyak sekali tuli yang bisa masuk ke universitas. Ada yang S3, S2, dan sarjana. Itu artinya kurikulumnya juga harus setara. Pembuatan kurikulum itu juga harus menyesuaikan kemampuan tuli, dulu pembuatan kurikulum terkesannya masih kasihan kepada kaum tuli, bukan mendukung dan menyetarakan hak mereka.

H

Surya juga sempat membuat special trip untuk kaum disabilitas, visi misinya?

S

Pembangunan fasilitas, contohnya kereta atau pembelian bus baru atau pembuatan gedung rumah sakit atau fasilitas umum itu banyak sekali yang sudah jadi tapi tidak ada aksesnya, jadi harus mengedukasi pemerintah bahwa harus ada akses secara visual. Disabilitas itu kebutuhannya macam-macam jadi contohnya ramp, ada informasi visual dan suara, jadi perlu pemberian akses agar teman-teman disabilitas bisa berjalan-jalan dengan lebih mudah. Yang penting proses pembangunannya harus melibatkan disabilitas. Banyak yang mengatakan mereka tahu tentang disabilitas tetapi kenyataannya dalam prosesnya mereka tidak melibatkan disabilitas dan hasilnya tidak bisa diakses.

Ketika jalan-jalan ke Lombok itu untuk tuli saja, karena kalau disabilitas itu ada banyak (netra, daksa, intelektual, mental, dan lain-lainnya). Mayoritas orang tua melihat anak-anak tuli itu tidak bisa pergi berwisata, harus tinggal di rumah saja. Saya ingin membuktikan kalau teman-teman tuli itu bisa jalan-jalan secara mandiri, tanpa pendampingan orang tua. Dan mereka juga bisa menikmati Indonesia, karena Indonesia punya kekayaan alam yang harus dihormati dan dinikmati. Bukan berarti karena kami tuli, kami tidak bisa menikmati kekayaan alam tersebut, itu pemikiran yang salah.

H

Pengalaman trip yang menarik?

S

Teman-teman kalau jalan-jalan itu biasanya sambil mengobrol juga. Jadi banyak sekali orang yang menonton, tapi kami cuek saja. Jadi banyak sekali yang melihat kami dan fokus kepada bahasa isyaratnya. Ada yang tanya itu bahasa apa dan ingin belajar, dianggap keren.

H

Rencana di masa akan datang?

S

Ke depannya ingin mengusahakan agar Indonesia ramah disabilitas, mungkin lewat dukungan organisasi, advokasi melalui pembuatan film, audiensi dengan pemerintah juga bisa, macam-macam. Yang penting adalah supaya Indonesia bisa menjadi ramah disabilitas ke depannya. whiteboardjournal, logo