Notasi Virtual

Column
29.10.15

Notasi Virtual

Digitalisasi Dan Inovasi Untuk Musik.

by Ken Jenie

 

Semakin hari, akses terhadap teknologi rekaman semakin terjangkau dan semakin mudah. Kini, semua orang bisa membuat musik dengan berbagai macam instrumentasi tanpa harus memiliki skill memainkan alat musik, bahkan juga untuk berkolaborasi dengan musisi lainnya. Meskipun selalu akan ada kriteria tertentu mengenai bagaimana musik dan produksi yang bagus, semakin terbukanya akses terhadap teknologi memungkinkan musik menjadi sebuah bidang yang lebih demokratis, dimana dunia musik sekarang tidak lagi dimonopoli oleh musisi dan mereka yang memahami bahasa musik.

Melalui interface digital, terminologi musik seperti pemahaman akan notasi disederhanakan sehingga setiap orang bisa melakukan manipulasi sekaligus berpartisipasi untuk berkarya dalam medium audio. Dengan semua kemudahan tersebut, sepertinya jumlah individu yang memilih untuk berkarya dalam bentuk audio akan semakin bertambah.

Meskipun terminologi musik dalam bentuk simbol, notasi dan tab tidak akan punah pada waktu dekat, harus diakui bahwa proses bermusik dengan software music production memiliki bahasa baru yang terpengaruh secara langsung dengan bahasa visual dan interaktifitas komputer. Tentunya, apa yang kita lihat pada software seperti Ableton, Logic, atau Audition banyak memiliki elemen-elemen yang diambil langsung dari hardware yang bisa ditemukan di studio rekaman maupun dalam rig seorang musisi, tetapi penjelmaan bentuk audiotrack yang terekam, garis-garis automation, dan midi editing adalah pengalaman visual yang unik dalam proses rekaman digital. Tampilan visual tersebut membuat pengenalan kepada penulisan lagu di dalam sebuah software menjadi semakin mudah bagi orang yang memiliki ketertarikan untuk bermusik, tetapi tidak mengenal alat, notasi musik, maupun pemakaian hardware untuk merekam musik. Dan tentunya, hal ini akan menghasilkan lebih banyak musik yang menarik (dan juga yang tidak menarik).

Dengan semakin terbukanya medium rekaman, bagus tidaknya sebuah karya musik bergantung kepada imajinasi dan sensibilitas masing-masing individu. Sudah jelas bahwa kita hidup di era dimana sebuah album memiliki definisi dan jangkauan yang lebih luas dari sekedar medium dokumentasi karya musik. Dan dengan semakin banyaknya bahasa-bahasa visual dari teknologi yang baru, berkembang pula kemungkinan-kemungkinan baru untuk pola intepretasi alat musik.

Poin utama inovasi instrumen digital berada pada desain interaksi. Mungkin, yang paling terasa bentuknya adalah pada platform tablet. Sebuah tablet memiliki bidang yang bisa di-customize, disini terlihat bagaimana imajinasi seorang desainer bisa menentukan bagaimana pola kita dalam berkarya menggunakan app.

Contohnya bisa dilihat pada bagaimana NodeBeat mengundang user untuk membuat ketukan perkusi dan melodi dengan menaruh berbagai obyek/symbol di sebuah medan, dari situ, suara dihasilkan dengan interaksi signal yang berjalan dari obyek ke obyek. Selain jenis dan jumlah suara, Nodebeat mengundang pemakai untuk mempertimbangkan waktu dalam software-nya, dimana jarak antara obyek menentukan cepat atau lambatnya signal antara obyeknya berjalan. Yang lebih unik lagi, adalah opsi untuk membuat obyek-obyek ini bergerak di medan dua dimensi, ini berarti bahwa frekuensi munculnya suara akan terus berubah karena jarak antara obyek terus berubah.

Soundrop memiliki kesamaan dengan Nodebeat dimana jarak dan interaksi dua obyek juga menentukan waktu suara akan muncul, tetapi dengan tambahan kunci nada suara. Di Soundrop, bola dijatuhkan dengan gravitasi virtual, dan user dipersilahkan menarik garis-garis yang berperan sebagai platform dimana bola ini akan melambung. Suara akan muncul setiap kali bola ini menyentuh sebuah platform, dan panjangnya sebuah garis menentukan kunci nada suara yang muncul.

Sebuah instrumen yang lebih jauh dari dua contoh di atas adalah Iterator, instrumen yang memakai sample sebuah phrase suara. Di Iterator, sebuah medan bisa disentuh, dan tergantung pada bagian mana yang disentuh, fragmen dari phrase suara akan di-loop dan juga kecepatan loop ini berulang. Instrumen ini tidak hanya memanfaatkan teknologi tablet, tetapi juga kapabilitas komputer untuk membuat sebuah loop, dan loop ini yang akan dikonversi menjadi suara.

Teknologi telah memberi kita akses kepada kemungkinan-kemungkinan baru untuk membuat karya musik. Berawal dari keakraban kita dengan bahasa visual komputer dan kelenturan dalam membuat sebuah interface, console rekaman dan instrumen bisa diakses banyak orang bukan hanya karena faktor harga, tetapi lebih karena kemudahan dalam memahami proses pengerjaannya. Mungkin nantinya dengan progress teknologi, akan ada metode-metode baru untuk bermusik yang akan muncul, dan juga munculnya suara-suara yang tidak pernah kita dengar sebelumnya.whiteboardjournal, logo